Amalan Saat Umroh (bag.1)

...

Melaksanakan ibadah umroh merupakan dambaan setiap muslim di seluruh dunia. Umrah menjadi momen yang sangat istimewa dan membahagiakan, karena selain memperoleh pahala yang besar, juga bisa mempererat hubungan dengan Sang Pencipta.

Namun, untuk memperoleh manfaat maksimal dari umroh, perlu adanya persiapan yang matang dan pemahaman yang baik tentang amalan yang harus dilakukan selama di tanah suci.

Oleh karena itu, dalam artikel ini akan dibahas sekitar 40 amalan penting yang sebaiknya dilakukan saat safar umroh, agar dapat memperoleh manfaat maksimal dari ibadah tersebut.

1. Jaga Sholat Lima Waktu

Karena tak sedikit yang saat perjalanan safar umroh meninggalkan shalat lima waktu, terutama saat di pesawat. Bahkan mereka tidak mengqadha’nya sekali pun. Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

(Pembeda) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257).

Manfaat dari menjaga shalat lima waktu dalam sehari amatlah besar yaitu dapat menggugurkan dosa sebagimana disebutkan dalam hadits berikut ini. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari, no. 528 dan Muslim, no. 667)

2. Jaga Sholat Pada awal Waktu

Selama safar umroh, jagalah shalat pada awal waktu, itulah yang lebih afdal.Dari Ummu Farwah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, amalan apakah yang paling afdal. Beliau menjawab, “Shalat pada awal waktu.” (HR. Abu Daud, no. 426)

Ada juga perintah shalat pada waktunya, berarti shalat tersebut dilakukan ketika waktu shalat sudah masuk dan masih di waktunya, tidak sampai keluar waktu.

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amal apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Shalat pada waktunya.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Berbuat baik kepada orang tua.” Aku berkata lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari, no. 7534) 

Itulah yang dimaksud dengan ayat (yang artinya),

Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk.”(QS. Al-Baqarah: 238).

Ayat ini memerintahkan untuk melaksanakan shalat pada waktunya masing-masing, kecuali ada sebab bisa menjamak shalat.

3. Jaga Shalat Secara Berjamaah di Masjid.

Mengenai keutamaan shalat berjamaah disebutkan dalam hadits dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam mengakhirkan shalat Isyak sampai tengah malam. Kemudian beliau menghadap kami setelah shalat, lalu bersabda, “Shalat berjamaah itu lebih baik 27 derajat dibandingkan dengan shalat sendirian.” (HR. Bukhari, no. 645)

  • Shalat berjamaah di masjid itu lebih utama daripada shalat berjamaah di selain masjid. Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 27:171.
  • Masjid yang dimaksud di sini adalah tempat diselenggarakannya shalat secara rutin di dalamnya. Lihat Shalah Al-Mu’min, 2:561.

Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah kalian, wahai manusia, di rumah-rumah kalian, karena sebaik-baiknya shalat adalah shalat seseorang di rumahnya, kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari, no. 731).

Sedangkan shalat terbaik untuk wanita adalah di rumahnya, walau sendirian. Pahalanya pun sudah sama seperti ia berjamaah ke masjid.

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat seorang wanita di kamar khusus untuknya lebih afdal daripada shalatnya di ruang tengah rumahnya. Shalat wanita di kamar kecilnya (tempat simpanan barang berharganya, pen.) lebih utama dari shalatnya di kamarnya.”(HR. Abu Daud, no. 570)

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah di bagian dalam rumah mereka.” (HR. Ahmad, 6: 297)

4. Jaga Takbiratul Ihram Bersama Imam.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang melaksanakan shalat karena Allah selama empat puluh hari secara berjamaah, ia tidak luput dari takbiratul ihram bersama imam, maka ia akan dicatat terbebas dari dua hal yaitu terbebas dari siksa neraka dan terbebas dari kemunafikan.” (HR. Tirmidzi, no. 241)

Ada kisah disampaikan oleh Ibnul ‘Imad Al-Aqfahsi (salah seorang ulama Syafi’i) bahwa ada seorang yang mencuri 400 unta milik Abu Umamah Al-Bahili, juga 40 hamba sahayanya. Ia pun sedih lantas menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi menyatakan, “ Ini barangkali karena engkau sering luput dari takbiratul ihram bersama imam”. Abu Umamah pun berkata, “Wahai Rasulullah, jadi seperti itukah akibatnya jika luput dari takbiratul ihram bersama imam?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Bahkan itu lebih parah dari hilangnya unta sepenuh bumi.” (Riwayat ini disebutkan oleh Ibnul ‘Imad Al-Aqfahsi dalam Al-Qaul At-Taam fii Ahkam Al-Ma’mum wa Al-Imam, hlm. 43).

5. Manfaatkan Keringanan Jamak dan Qashar Shalat.

Jamak shalat adalah mengerjakan dua shalat dikerjakan pada satu waktu. Sedangkan qashar shalat adalah meringkas shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat.

Dalil mengenai qashar shalat saat safar:

Allah Ta’ala berfirman, “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.”(QS. An-Nisaa’: 101).

Adapun dalil dari hadits, dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidaklah pernah menambah lebih dari dua rakaat (untuk shalat yang aslinya empat rakaat) ketika safar beliau. Begitu pula Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsman radhiyallahu ‘anhum melakukan seperti itu pula.” (HR. Bukhari no. 1102)

Dalil mengenai jamak shalat:

Allah Ta’ala berfirman, “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al Isra’: 78).

Syaikh As-Sa’di rahimahullah mengambil pelajaran dari ayat ini bahwa Shalat Zhuhur dan Ashar boleh dijamak pada satu waktu karena ada uzur, begitu pula shalat Maghrib dan Isyak. Karena Allah menggabungkan masing-masing dari dua shalat tersebut untuk satu waktu bagi yang memiliki uzur. Sedangkan bagi yang tidak memilik uzur, shalatnya tetap dua waktu (tidak digabungkan). (Taysirul Lathifil Mannan, hlm. 114-115).

6. Bisa Tetap Menjaga Shalat Sunnah Rawatib Selama Tak Kesulitan.

Dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anhuma–istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ummahatul mukminin–, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa mengerjakan shalat sunnah dalam sehari-semalam sebanyak 12 raka’at, maka karena sebab amalan tersebut, ia akan dibangun sebuah rumah di surga.” (HR. Muslim, no. 728)

Yang dimaksudkan dengan shalat sunnah dua belas rakaat dalam sehari dijelaskan dalam riwayat At-Tirmidzi, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa merutinkan shalat sunnah dua belas rakaat dalam sehari, maka Allah akan membangunkan bagi dia sebuah rumah di surga. Dua belas rakaat tersebut adalah empat rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat sesudah Zhuhur, dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat sesudah ‘Isya, dan dua rakaat sebelum Shubuh.” (HR. Tirmidzi, no. 414)

Dalam Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb disebutkan:

Jika seseorang shalat bersama orang-orang yang tidak mengqashar shalat, yang lebih afdhal adalah ia melakukan shalat sunnah rawatib. Karena ketika itu jadinya ia dikenakan hukum orang-orang yang mukim, sehingga ia diperintah tetap melaksakanan shalat sunnah rawatib.

Namun jika ditinggalkan, tidaklah mengapa. Akan tetapi jika shalat musafir tidak diqashar (karena bermakmum di belakang imam mukim, -pen), maka yang lebih afdhal adalah ia melaksanakan shalat sunnah rawatib. Akan tetapi, jika shalatnya diqashar, yang terbaik adalah meninggalkan shalat rawatib Zhuhur, (Maghrib, -pen) dan ‘Isya.

Adapun shalat dua rakaat sebelum Shubuh, tetap dikerjakan ketika safar maupun saat mukim. Demikian juga shalat witir bagi musafir, tetap dikerjakan. Sama halnya pula shalat sunnah dua raka’at sebelum Shubuh.

Adapun sunnah rawatib Magrib, Zhuhur, dan ‘Isya, yang lebih afdhal adalah meninggalkannya bagi para musafir jika mereka mengqashar shalat. (Fatwa Nuur ‘ala Ad-Darb, 10: 382)

Shalat rawatib itu ada dua macam:

  1. Shalat rawatib muakkad (yang sangat ditekankan), ada 10 rakaat dalam sehari.
  2. Shalat rawatib ghairu muakkad (tidak terlalu ditekankan), ada 12 rakaat dalam sehari.

Shalat rawatib muakkad, ada 10 rakaat dalam sehari:

  • 2 rakaat qabliyah Shubuh
  • 2 rakaat qabliyah Zhuhur
  • 2 rakaat bakdiyah Zhuhur
  • 2 rakaat bakdiyah Magrib
  • 2 rakaat bakdiyah Isya

Shalat rawatib ghairu muakkad, ada 12 rakaat dalam sehari:

  • 2 rakaat qabliyah Zhuhur
  • 2 rakaat bakdiyah Zhuhur
  • 4 rakaat qabliyah Ashar
  • 2 rakaat qabliyah Magrib
  • 2 rakaat qabliyah Isya

Rincian di atas diringkas dari Hasyiyah Al-Baajuri ‘ala Syarh Al-‘Allamah Ibnu Qasim Al-Ghazzi ‘ala Matn Abi Syuja’, 1:532-536.

7. Jangan Sampai Tinggalkan Shalat Sunnah Fajar.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku tidaklah pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat sunnah yang lebih semangat dibanding dengan shalat sunnah dua raka’at sebelum Fajar” (HR. Muslim, no. 724).

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Termasuk di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar adalah mengqashar shalat fardhu dan beliau tidak mengerjakan shalat sunnah rawatib qabliyah dan bakdiyah. Yang biasa beliau tetap lakukan adalah mengerjakan shalat sunnah witir dan shalat sunnah qabliyah shubuh (sunnah Fajar). Beliau tidak pernah meninggalkan kedua shalat ini baik ketika bermukim dan ketika bersafar.” (Zaadul Ma’ad, 1:456).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu perhatian pada shalat sunnah fajar karena keutamaannya yang luar biasa. Adapun dalil yang menunjukkan keutamaan shalat sunnah qabliyah Shubuh adalah hadits dari ‘Aisyah di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua rakaat sunnah fajar (shalat sunnah qabliyah shubuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim, no. 725).

Dalam lafaz lain, ‘Aisyah berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara mengenai dua rakaat ketika telah terbih fajar shubuh, “Dua rakaat shalat sunnah Fajar lebih kucintai daripada dunia seluruhnya” (HR. Muslim, no. 725).

Pengertian “ lebih baik dari dunia dan seisinya” adalah shalat sunnah Fajar lebih baik daripada harta, keluarga, anak, dan perhiasan dunia lainnya yang seandainya manusia memiliki semuanya tetap masih kalah dengan keutamaan shalat sunnah Fajar.

Kebahagiaan akhirat tentu lebih utama daripada kebahagiaan dunia karena akhirat itu kekal, sedangkan dunia itu akan fana.

8. Dapat Pahala Qirath Lewat Shalat Jenazah dan Mengantarkan Jenazah ke Kubur.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang menghadiri prosesi jenazah sampai ia menyolatkannya, maka baginya satu qiroth. Lalu barang siapa yang menghadiri prosesi jenazah hingga dimakamkan, maka baginya dua qiroth.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dua qiroth?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Dua qiroth itu semisal dua gunung yang besar.” (HR. Bukhari, no. 1325 dan Muslim, no. 945)

Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Barang siapa shalat jenazah dan tidak ikut mengiringi jenazahnya, maka baginya (pahala) satu qiroth. Jika ia sampai mengikuti jenazahnya, maka baginya (pahala) dua qiroth.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dua qiroth?” “Ukuran paling kecil dari dua qiroth adalah semisal gunung Uhud”, jawab beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim, no. 945).

BACA JUGA : Jamaah Umroh Harus Paham Tata Cara Shalat Jenazah

9. Belajar Agama di Masjid Nabawi.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa masuk masjid kami ini (Masjid Nabawi) untuk belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka ia seperti orang yang berperang di jalan Allah.” (HR. Ahmad, no. 8428).

10. Menjaga Wudhu.

Dari Abu Buraidah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam di pagi hari memanggil Bilal lalu berkata, “Wahai Bilal, kenapa engkau mendahuluiku masuk surga? Aku tidaklah masuk surga sama sekali melainkan aku mendengar suara sendalmu di hadapanku. Aku memasuki surga di malam hari dan aku dengar suara sendalmu di hadapanku.”

Bilal menjawab, “Wahai Rasulullah, aku biasa tidak meninggalkan shalat dua rakaat sedikit pun. Setiap kali aku berhadats, aku lantas berwudhu dan aku membebani diriku dengan shalat dua rakaat setelah itu.” (HR. Tirmidzi, no. 3689 dan Ahmad, 5:354. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits tersebut hasan)

Syaikh Abu Malik dalam Fiqhus Sunnah lin Nisaa’ (hlm. 49) menyatakan bahwa disunnahkan berwudhu setiap kali wudhu tersebut batal karena adanya hadats.

Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, “Disunnahkan menjaga wudhu atau diri dalam keadaan suci. Termasuk juga kala tidur dalam keadaan suci.” (Kitab Matan Al Idhoh, hlm. 20).

Sumber : Rumaysho

____ __

Infographic umroh101 : 
40 Amalan Saat Safar Umroh di Tanah Suci (bag.1)
DOWNLOAD FILE HD